Mau Sampai Kapan Seperti Ini
Perasaan ini datang saat gue dalam perjalanan menuju kota Jakarta. Setelah masa pulang kampung sudah habis. Tiga hari lamanya tinggal dikampung. Dibuat padat dengan berbagai kegiatan selama tiga hari gue maksimalkan untuk merefresh otak dan pikiran.
Bercengkerama dengan orang orang satu frekuensi dan bercanda gurau dengan keluarga. Serta rekan rekan tim voli di kampung. Lengkap sudahhh cerita pulang kampung gueee.
Apalagi bertemu orang yang gue sayang, meskipun belum ada kejelasan. Tapi rasa suka itu telah ada.
Yuli Andani.
Selamat malam bray bray gue. Kembali lagi kalian membaca diary blog pribadi gue siapa lagi kalo bukan Idos si doyanyerocos...brummmmb.
Malem ini gue lagi masuk kerja shif 2. Masuk jam 7 malem teerus nanti pulangnya jam 4 subuh. Seperti biasa gue melakukan rutinitas kerja seadanya. Tracking seal, catat mobil, in dan out, ngobrol, cetak resi, dan lain sebagainya.
Gue dari kemarin niat banget kerja pake celana hitam. Soalnya pake chino udah bosen. Meskipun gue tau kalo kerja pake celana item ini pasti bakalan banyak nyamuk yang hinggap. Terbukti... pas gue tidur tau tau banyak nyamuk gemuk gemuk habis nyedotin darah gue.
Darah gue emang manis sih. Tapi herannya kenapa nyamuk nyamuk ini ga kena diabetes. Padahal dia mengkonsumsi manis berlebihan. Apa jangan jangan mereka udah minum tropikanaslimmmingshut sehingga nyamuk nakal ini tidak terkena diabetes. Baik lah gue relakan darah gue disedot muk..
Gue ngetik gini sambil ngomong didalam hati. Lu lagi bego apa memang bego sih dos. Mana ada nyamuk diabetes mana minum tropikanaslimingshut lagi. aapaansi. Tampol pake lakban ni lama lama..
Hehehee (ketawa bego)
Gue sebenarnya lagi rada melow gaes setelah kemarin meninggalkan keluarga di kampung itu berasaa beraaaaaaaaat banget. Tapi mau gimana lagi kan gue harus masuk kerja. Harus mencari rezeki supaya bisa bahagiain kedua orang tua. Juga bisa nguliahin adik-adik gue.
Gue harus semangatt. Cayoooooo.
Perasaan ini datang pada saat perjalanan gue di dalam bis menuju kota metropolitan, Jakarta.
Sambil menyanggu kepala menempel kaca mobil. Hati gue berkata-kata bijak. Pas udah nyampe jakarta gue buka tirai jendela bis yang menutupi pemandangan. Gue menikmati indahnya gedung gedung pencakar langit di kota jakarta.
Oh tuhan sungguh indah ciptaanMu yang dibuat melalui tangan manusia.
Manusia bisa mendesain sebagus ini karena kuasaMu ya allah. Sepanjang jalan dalam hati gue hanya bisa bersyukur dan sembari mengelus dada. Gue mau sampai kapaan hanya menjadi orang yang menikmati suatu hasil orang lain. Tanpa ikut andil berperan didalamnya.
Maksudnya gini. Sampai detik ini gue melihat kota Jakarta adalah kota yang indah dengan gedung pencakar langit yang berdiri megah. Sedangkan gue ga tau lingkup harup rikup blekupp bwaahh bwahh bwaah lidah gue medok amat. Maksudnya hiruk pikuk kota jakarta dari dalam gaesss. Lebih dari itu gue hanya bisa menikmatinya. Tanpa ada peran seperti tahu manajemen dan lain sebagainya.
Gue pengin tahu sistem yang ada di kota Jakarta. Kok bisaaa sih setiap orang selalu berfikir dan terus bergerak dalam melakukan pembangunan gedung-gedung Jakarta ini.
Sepanjang jalan dari Jakarta Selatan hingga ke Jakarta Barat, semuanyaa hampir gue lihat banyak sekali proyek pembangunan yang sedang dikerjakan. Gue ga habis fikir mereka selalu bergerak dan terus bergerak. Pengaturan manajemen yang luar biasa, timing yang tepat, dan peran investor terasa jelas. Tanpa adanya itu gue rasa tidak akan berjalan.
Sedangkan gue???
Hanya bisa melihat dan menikmati hasil dari apa yang mereka kerjakan. Sama seperti saat ini.
Ingin rasanya gue taau proses dan pola pikir yang diambil oleh seorang pemilik gedung ini. Apaaa yang mereka pikirkan. Kenapa bisa bergerak terus menerus.
Apakah tidak mempunyai rasa lelah atau hal yang mengganggu kesehatan mereka. Gue gatau coy. Itu sebabnya gue menuliskan diary ini. Dimana gue pengin bertanya teruntuk untuk diri sendiri.
Mau sampai kapan seperti ini?
Rutinitas gue hanya sebatas bekerja, bekerja, dan bekerja. Paling indah hanya datang setiap awal bulan gue menerima gaji bulanan. Setelah itu sudah kelar. Gue bakal balik lagi ke rutinitas yang membosankan seperti semula.
Gaji ibarat angin yang mudahh berlalu.
Gaji pun hanya lewat sebentar. Buat makan, membayar kontrakan, transfer ke orang tua, belum beli kuota internet, kuota pulsa listrik, sabun dan bla bla bla blaa... itu semua harus gue pikirkan sebelum gue terjerumus menjadi debu yang tak berguna karena sifat boros.
Paling banter gue nabung 1-2 juta itu udah gede banget. Disisi lain kecepatan gue berfikir membuat gue pernah berkata dalam hati membuat sebuah hipotesis yang real pake banget.
Jika satu hulan hanya 1 juta, paling banter gue dalam setahun punya tabungan 12 juta. Itu tak lebih besar dari harga kalung emas 10gram yang bisa dipake buat ngelamar seorang wanita.
(dalam hati gue buat ngelamar yuli andani, iyaaa klo mau diaanya hhmmm)
Gue merasa belum ada prospek yang bisa gue bangun diantara kesibukan yang menjenuhkan ini. Tidak seperti orang2 yang sibuk melakukan pembangunan dan aktivitas berbisnis. Mereka terus berfikir dan bertindak. Tak kenal waktu tak kenal lelah, gue yakin masalah pasti banyak tetapi solusi pasti ada.
Gue, mau sampai kapan seperti ini?
Singkat cerita menjelang sampai ke tujuan tepatnya di terminal Kalideres. Gue melihat seorang penjual jajanan yang sering bilang teh ucuk teh ucuk mijone mijone (aslinya bilang teh pucuk sama mizone). Orang itu gue yakin lebih tua dari gue dan berusia sekitar 40 tahunan.
Tapi beliau mempunyai semangat berjualan yang tinggi hanya untuk mendapatkan keuntungan 10-20rb saja tiap hari. Trrressssstttt dalam hati gue nggerentes dan meretas sebuah kata.
Masa gue yang masih muda kalah semangat dengan orang tua seperti yang gue lihat.
Aseli ini nyata gue bikin cerita ini karena gue melihat sendiri. Betapa senangnya pak tua itu ketika ada seorang yang membeli satu botol minuman yang beliau jual.
Hanya dengan satu botol. Senyum bahagia yang natural tanpa kepalsuan gue lihat dengan mata gue sendiri. Hanya satu botol seharga 5ribu.. hemmmm doss dosss lu harus banyak banyak bersyukur.
Gue lihat pake mata di kepala yaaa bukan mata kaki. Fokus..
Anjirrr gue merasa malu dong.
Akhirnya pas gue turun dari bis memutuskan okelah. Gue boleh jadi saat ini hanya seperti ini dan sekarang ini rutinitas yang gue jalanin hanyalah sedemikian rumit dan membosankan.
Gue gaboleh terus terusan seperti ini. Gue harus bisa bangkit dan produktif. Dalam hati berkata gue harus bisa menulis dan menulis. Gapapa tulisanmu gaada yang lihat tapi setidaknya waktu lu berguna karena ada karya tulis yang lu buat. Be a productive man.
Selesai.
Firdaus Pahlevi, 2020.
Posting Komentar untuk "Mau Sampai Kapan Seperti Ini"